PANGKALPINANG, HARIAN INFO.COM – Kepala Unit Wilayah Bangka Utara PT Timah Tbk, Benny Pahala Hutahaean irit bicara dalam upaya konfirmasi terkait operasional tambang di wilayah Bangka Barat khususnya di area laut Selindung, Ia lebih memilih bungkam tanpa memberikan keterangan resmi.
Malah Benny meminta media ini menghubungi bagian kehumasan PT Timah.
“Dari media silahkan hubungi dengan Humas PT Timah ya. Tks,” jawab Benny dengan sangat singkat, Kamis (7/11/2024).
Padahal salah satu isu utama yang coba dikonfirmasi adalah mengenai kuota dan SPK yang diberikan kepada CV yang beroperasi di wilayah ini.
Terdapat perbedaan signifikan antara jumlah SPK resmi dan kenyataan di lapangan, dengan banyaknya ponton ilegal yang beroperasi tanpa izin.
Meskipun ada 4 mitra yang masing-masing memiliki 15 SPK resmi, kenyataannya jumlah ponton yang beroperasi tampak melampaui angka tersebut.
Pertanyaan pun muncul mengenai bagaimana pengawasan PT Timah terhadap situasi ini dan tanggung jawab Benny Pahala Hutahaean sebagai Kepala Unit di Bangka Utara untuk menjaga kepatuhan operasional.
Selain itu, publik mempertanyakan apakah PT Timah memiliki langkah konkret untuk memastikan jumlah ponton sesuai dengan SPK yang diterbitkan.
Apalagi, adanya laporan bahwa PT Timah membeli timah dari PIP yang beroperasi tanpa SPK semakin menguatkan dugaan bahwa perusahaan pelat merah ini membeli timah ilegal.
Pertanyaan selanjutnya terkait dengan penambangan ilegal yang makin marak di area tersebut. Aktivitas ilegal ini tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga berdampak negatif pada masyarakat setempat.
Namun, lagi – lagi hingga saat ini tidak ada jawaban dari pihak PT Timah tentang langkah konkret yang mereka lakukan untuk menanggulangi masalah ini.
Publik pun bertanya-tanya apakah ada oknum PT Timah yang terlibat dalam kolaborasi dengan penambang ilegal, memperburuk situasi di lapangan.
Sebagai perusahaan tambang besar, PT Timah diharapkan memiliki peran dalam menjaga keseimbangan antara operasional dan keberlanjutan lingkungan.
Namun, tanpa tanggapan dari Kepala Unit, GM Rian Andre, maupun Dirut Dani Virsal, situasi di lapangan justru menunjukkan adanya kerusakan lingkungan yang semakin parah akibat operasi tambang yang tak terkendali.
Langkah-langkah apa yang diambil PT Timah untuk mengedukasi penambang dan masyarakat mengenai pentingnya penambangan yang legal dan ramah lingkungan juga belum terjawab.
Sikap bungkam dari Benny Pahala Hutahaean, Rian Andre, dan bahkan Dirut Dani Virsal memberikan kesan bahwa PT Timah tidak transparan dalam mengelola operasionalnya, terutama di tengah isu ilegalitas dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas tambang.
Tanpa penjelasan yang jelas dari pihak PT Timah, kekhawatiran akan semakin rusaknya lingkungan dan dampak negatif bagi masyarakat semakin mengemuka.
Di sisi lain, masyarakat Babel membutuhkan komitmen dari PT Timah untuk mempertahankan operasi tambang yang mematuhi regulasi, menjaga kelestarian alam, serta memberikan dampak positif bagi wilayah tersebut. Jika kondisi carut marut ini terus berlanjut tanpa adanya respons yang tegas, bukan tidak mungkin Babel akan menghadapi kerusakan lingkungan yang kian tak terkendali.
Apakah PT Timah akan terus bersikap bungkam atau akhirnya akan memberikan jawaban yang jelas atas masalah ini?